By redaksi Radar Banten
CILEGON – Pengusutan kasus honorarium ganda di DPRD Cilegon terus dilakukan. Setelah meminta keterangan Sekda Cilegon Edi Ariadi, Kejari Cilegon, Kamis (5/2), meminta keterangan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Cilegon Hariyoto AS.
Hariyoto datang memenuhi panggilan kejaksaan sekitar pukul 10.00 WIB dengan mengendarai mobil dinas Kijang Innova nomor polisi A 25 U bersama sopirnya. Hariyoto datang didampingi Kabag Persidangan dan Perundang-undangan DPRD Cilegon Unin Sutaryadi serta Kasubag Rumah Tangga DPRD Cilegon Sudayat yang menggunakan mobil bernomor polisi A 460 U.
Setibanya di Kantor Kejari Cilegon, Hariyoto langsung memasuki ruang Kasubsi Penuntutan dan diperiksa oleh Jaksa Marolop Pandiangan. Hariyoto diperiksa mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB dengan 14 pertanyaan.
Kepada wartawan, Marolop mengatakan, pertanyaan untuk Hariyoto fokus pada dasar hukum penggunaan anggaran honorarium Tim Panitia Sekwan (TPS) tahun anggaran 2006 yang nilainya sebesar Rp 2.279.400.000. Kata Marolop, Hariyoto mengaku bahwa dasar hukumnya pengalokasian anggaran tersebut adalah PP Nomor: 37 Tahun 2005 tentang Kedudukan Keuangan dan Protokoler Keuangan DPRD. “Setelah kita pelajari, ternyata honorarium kesekretariatan dewan itu tidak ada dalam dasar hukum PP 37/2005. Peraturan itu hanya mengatur keuangan DPRD saja. Ketika kita desak, Hariyoto tidak bisa menjawab,” kata Marolop didampingi Kasi Intel Kejari Cilegon Enang Sutardi.
Dijelaskan Marolop, pihak yang menerima uang dari anggaran tersebut yakni pimpinan dewan dan seluruh anggota DPRD Cilegon. Tak hanya itu, pembantu teknis yang terdiri dari sekwan, para kabag dan kasubag di DPRD Cilegon juga ikut mendapat alokasi anggaran tersebut. Dari hasil pengumpulan data dan pemeriksaan yang dilakukan kejaksaan, diketahui sejak Januari sampai Agustus 2006 dana yang sudah dicairkan sebesar Rp 1,028 miliar dari total anggaran Rp 2.279.400.000. “Ketika menyadari ada kesalahan pada pencairan anggaran itu, panitia kemudian menyetop pencairan karena takut menjadi permasalahan. Dari situ, sebagian dewan dan tim pembantu teknis beramai-ramai mengembalikan dana kesekretariatan dewan itu. Namun, itu dilakukan setelah ada pemeriksaan dari Kejari pada Agustus 2008 lalu,” kata Marolop seraya mengatakan para pembantu teknis termasuk Hariyoto membayar kembali uang yang diterima dari pos anggaran tersebut berdasarkan SK pimpinan DPRD No: 173 Tahun 2006.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Cilegon Enang mengatakan, meski sudah dikembalikan namun proses hukum pada kasus ini tetap berjalan. Menurutnya, penggantian atau pengembalian anggaran dalam kasus ini tidak menghapuskan tindak pidana yang telah terjadi. Sebab, sesuai pasal 4 UU No: 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) disebutkan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak dihapuskan pidananya. “Bunyi ayat 4 itu jelas, bahwa pengembalian uang tidak dapat menghapus tindak pidana pelaku tindak pidana. Sebab jika terbukti bisa mendapatkan hukuman pidana seumur hidup dan penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda sedikitnya Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar, sesuai ayat 2-nya,” kata Enang.
Sekwan DPRD Cilegon Hariyoto sendiri ketika dikonfirmasi mengaku telah mengembalikan uang honorarium yang ia terima pada 2008, sesuai hasil rekomendasi Badan Pengawas Keuangan (BPK). “Saya sudah melunasi pengembaliannya, staf saya juga sudah lunas semua,” ujarnya singkat sambil berlalu. (mg-adit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar