sumber: www.suarabanten.com
Jum'at, 9 May 2008 |
Oleh: Yusvin Karuyan
CILEGON - Muhamad Tahyar, Ketua Pemuda Muhammadiyah (PM) Cilegon mengalami penganiayaan, Kamis (8/5/2008), setelah menjadi nara sumber dalam diskusi panel pemuda yang mengkritisi pembangunan di Kota Cilegon.Tahyar memastikan penganiayanya merupakan keluarga atau kroni Walikota Cilegon.
Tahyar mengemukakan, penganiayaan itu dilakukan Rahmat Pelor yang diduga masih kerabat atau kroni Aat Syafaat, Walikota Cilegon. Peristiwa pemukulan ini berawal dari dia menghadiri acara sosialisasi kependudukuan berkaitan dengan Undang-undang No 23 tahun 2006. Tahyar memang menjabat Ketua RT 05/06 Panggung Rawi, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Kamis (8/5/2008).
Setelah acara Badan Kependudukan dan Catatan Sipil (BKCS) Cilegon itu rampung, Tahyar bergegas ke luar ruangan untuk pulang. Saat berada di luar ruang kantor Kecamatan Jombang, tiba-tiba mantan anggota KPUD Cilegon ini didatangi oleh Rahmat Peor, dan langsung mendaratkan pukulan.
Pemukulan saya oleh keluarga Aat (Walikota Cilegon), Rahmat Peor. Usai acara di kecamatan, ketika sedang berada di teras, dia datang dan langsung memukul saya, sambil mengatakan jangan macem-macem di Cilegon. Mertua kamu itu, pak Hambasi Abdullah tidak tahu balas budi dan trima kasih kepada pak Aat, ujar M Tahyar.
Lanjutnya, Rahmat Peor kembali mau mengulangi perbuatan tersebut, namun berhasil dilerai oleh Lurah Pangung Rawi, Dai Darmawan. Selanjutnya, M Tahyar pergi menggunakan sepeda motor meninggal kantor Kecamatan Jombang.
Setelah pemukulan tersebut, saya lalu menghubungi keluarga saya via telepon seluler. Kejadian itu juga langsung saya laporkan via telepon kepada Kabag Bina Mitra Polres Cilegon, AKp Ade Kusnadi. Beruntung, aksi itu diketahui warga yang hadir dalam acara tersebut, katanya.
Atas insiden pemukulan itu, M Tahyar didampingi Irfan Maulidi (kakaknya yang juga Ketua DPW PKS Banten) serta sejumlah rekan-rekannya kemudian melaporkan pemukulan tersebut ke Mapolres Cilegon. Hasil visum Rumah sakit Krakatau Medika (RSKM) Cilegon menyatakan, tahyar mengalami luka memar pada bagian pipi kirinya.
Kepada sejumlah wartawan saat ditemui di Mapolres Cilegon, M Tahyar mengatakan, akan melakukan gugatan hukum atas kejadian tersebut. Dia mengaku tidak menerima perlakuan kasar yang dilakukan Rahmat Pelor. Menurutnya, pemukulan yang dilakukan Rahmat itu adalah sebuah teror, sekaligus intimidasi kebebasan berdemokrasi. Hal itu menunjukan bahwa proses demokrasi di Cilegon tak berjalan dengan baik.
Saya datang ke acara itu undangan resmi saya sebagai Ketua RT. Dan, saya hanya mengkritisi apa yang terjadi di Kota Cilegon. Dan itu adalah sebuahdemokrasi. Pemukulan ini, bagi saya, ini adalah pemberangusan demokrasi, ujarnya, seraya mendesak pihak kepolisian agar pelakunya diproses sesuai hukum yang berlaku.
Irfan mengaku, pihaknya akan memperkarakan kejadian tersebut ke jalur hukum. Sebab, menurutnya, hal itu sebuah pengekangan masyarakat menyampaikan aspirasinya. Masalah beda pendapat itu sah-saha dalam berdemokrasi. Nggak perlu pakai kekerasan seperti ini, tandasnya.
Sementara ditempat terpisah, Walikota Cilegon, Aat Syafaat mengatakan, M Tahyar dinilai sebagai barisan sakit hati yang kecewa karena gagal masuk tim seleksi anggota KPUD Cilegon. Oleh sebab itu Aat mengajak kepada masyarakat tidak meladeni dan mengacuhkan pernyataan Tahyar, karena dinilai hanya akan memperkeruh suasana Cilegon.
Saya himbau masyarakat jangan terpancing. Ucapannya nggak nyambung, bicara pembangunan hotel uangnya darimana. Saya siap berdiskusi dengan mereka, tegas Walikota saat memberikan paparan pada acara talk show peningkatan wawasan kebangsaan di Rumah Makan Umi, Kelurahan Kepuh, Ciwandan.
Organisasi Pemuda
Menyusul laporan pemukulan yang menimpa seorang aktivis pemuda di Kota Baja itu, puluhan mahasiswa serta elemen pemuda dan LSM/OKP dari berbagai organisasi di Kota Cilegon mendatangi Mapolres Cilegon. Sebagai aksi solidaritas, mereka menunggu proses pembuatan BAP Muhammad Tahyar di ruangan Satreskrim Polres Cilegon. Mahasiswa terdiri dari BEM se-Kota Cilegon, PMII, IMM, KAMMI, FAM dan BEM FT Untirta.
Kami menyesalkan tindak kekerasan yang terjadi terhadap senior kami Bang Tahyar. Bagi kami Bang Tahyar merupakan sosok aktivis kritis, namun selalu ditanggapi tidak elegan oleh kubu-kubu walikota. Kami berharap polisi menindaklanjuti masalah ini, pinta Ketua BEM FT Untirta, Ahmed, selaku koordinator mahasiswa tersebut.
Sementara, Sekjen Poros Pemuda Banten, Rudi Hermawan, menyatakan, Wali Kota Cilegon, Tb. Aat Syafa`at telah gagal membangun proses demokrasi di Kota Cilegon. Pasalnya, kata Rudi, telah terjadi paradoksal terhadap proses demokrasi. “Contohnya adalah adanya kubu tandingan dan intimidasi setiap kali mahasiswa melakukan aksi mengkritik pemerintah, serta kekerasan terhadap aktivis. Jadi jika bicara Banten, Cilegon merupakan daerah yang paling kronis memiliki penyakit demokrasi. Pandeglang dan Lebak saja bisa menanggapi dengan dingin adanya kritikan-kritikan, jelasnya.
Sebelumnya, pada pelaksanaan kegiatan Diskusi Panel Kepemudaan yang digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Cilegon di Gedung DPRD Kota Cilegon, Sabtu (3/5) lalu, berlangsung ricuh. Bentrokan fisik nyaris terjadi ketika salah seorang perwakilan elemen pemuda pendukung pemerintah (Pro Pembangunan) mendorong salah seorang perwakilan pemuda pro perubahan yang melakukan interupsi saat adu argumen berlangsung.
Awalnya, kegiatan diskusi yang dibuka Sekda Kota Cilegon, Edi Ariadi berlangsung tertib. Pembicara dalam diskusi tersebut antara lain Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Cilegon, Achyadi Sanusi, yang mewakili elemen pemuda pro pembangunan.
Sementara Ketua Pemuda Muhammadiyah (PM) Cilegon, Mohamad Tahyar menjadi pembicara, mewakili elemen pemuda Pro Perubahan. Sementara HMI sebagai lembaga independen diwakilkan oleh Mantan Ketua HMI Cilegon dan Fungsionaris Pengurus Besar HMI, Rahmat Fikri.
Pada saat diskusi berlangsung kedua kubu saling menyampaikan pendapatnya masing-masing kepada audiens dengan lancar. Situasi mulai memanas ketika salah satu kubu yang mewakili elemen pemuda menyampaikan perbedaaan pendapat. Kericuhan bermula ketika Wandi, selaku pengurus KNPI Kota Cilegon melakukan interupsi saat Ketua PM Kota Cilegon, M. Tahyar yang juga sebagai pembicara memaparkan sejumlah data dan materi diskusi.
Usulan interupsi dari Wandi yang mewakili elemen Pro Pembangunan tersebut disanggah oleh Isbatullah Alibasja, selaku perwakilan dari elemen pemuda Pro Perubahan. Ketika itu, Isbatullah meminta moderator agar bisa dengan tegas mengkondisikan forum diskusi tersebut, agar di antara dua kubu tidak mengganggu jalannya diskusi.
Permintaan Isbat kepada moderator tersebut rupanya mengundang reaksi Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Cilegon, Arif Madawi yang turut serta dalam diskusi tersebut. Ketika itu, anggota Komisi II DPRD Kota Cilegon itu tiba-tiba mendorong tubuh Isbatullah Alibasja yang meminta ketegasan moderator diskusi tersebut.
Mendapat perlakukan seperti itu Isbatullah membalas mendorong tubuh wakil rakyat yang juga pengusaha itu. Akhirnya kericuhan pun terjadi, bahkan nyaris terjadi baku hantam. Saya cuma meminta kepada moderator agar tegas mengkondisikan forum diskusi ini Akan tetapi kenapa tiba-tiba Arif Madawi mendorong tubuh saya. Saya akhirnya balas mendorong dia, kata Isbatullah, saat mempertegas peristiwa awal kericuhan tersebut.
Lanjut dia, ada salah seorang yang diduga preman mencoba mengancam dan mengintimidasi dirinya. Kemungkinan, kata Isbath, kubu Pro Pembangunan tidak senang karena sebelumnyasempat menyampaikan data-data fakta kondisi ekonomi di Kota Cilegon.
Menurut data BPS tahun 2004-2007 jumlah kemiskinan di Kota Cilegon meningkat sebesar 25%. Angka rasio gini (ketimpangan ekonomi-red) tahun 2005 sebesar 0,5 %. Angka rasio gini di Cilegon paling tinggi di Provinsi Banten.
Sementara skala rasio gini dari 0-1, semakin mendekati angka 1, sehingga semakin besar ketimpangan ekonomi yang terjadi. Artinya masalah ketimpangan ekonomi di Kota Cilegon begitu exist dan ini merupakan masalah yang dikedepankan pemda. Ini fakta bukan provokasi, ujar Isbatullah dalam diskusi sebelum kericuhan terjadi.
Kata Isbat, fakta juga menyebutkan bahwa anggaran pendidikan 20 persen belum dipenuhi oleh Pemkot Cilegon, sehingga penobatan Aat Syafaat sebagai Bapak Pendidikan patut dipertanyakan. Menurut dia, data yang disampaikan oleh dirinya adalah fakta, bukan opini atau bentuk provokasi.
Oleh karena itu, saya sangat menyayangkan tindakan anarkis seperti itu. Ini merupakan preseden buruk bagi proses demokratisasi di Kota Cilegon, kata Isbat. Sejumlah elemen pemuda yang menyayangkan adanya insiden tersebut pun langsung meninggalkan acara diskusi. Salah satunya adalah Ketua Aliansi LSM Peduli Cilegon, Erick Rebi`in yang merupakan bagian dari elemen pemuda Pro Perubahan.
Erick mengaku menyayangkan sikap anggota DPRD yang tidak bisa menjaga wibawa demokrasi. “Ini perlu menjadi catatan bagi seluruh masyarakat Cilegon, bahwa sebagai wakil rakyat saja tidak bisa membawa iklim demokrasi. Akan tetapi malah sebaliknya, dia mencederai proses demokrasi, ujar Erick, sambil meninggalkan ruangan diskusi.
Sebelumnya dalam diskusi, Ketua PM Cilegon, M. Tahyar, makalah diskusinya mengangkat tema Persepsi dan Konsepsi Pemuda dalam Partisipasi Otda Untuk Mendesak Perubahan di Cilegon. Dia mengungkapkan, pembangunan infrastruktrur yang dilakukan Pemkot Cilegon dinilai belum pantas. Sebab, kata dia, masyarakat Cilegon belum dapat menerima perubahan dan merasakan dampak dari pembangunan yang dilakukan.
Seharusnya pemerintah daerah mengedepankan pembangunan Sumber Daya Manusia. Sebab itulah peran pemuda sangat dinanti untuk memikirkan Cilegon ke depan, yaitu dengan cara banyak bekerja dan berinteraksi dengan masyarakat. Selain itu, pemuda juga harus berani menentukan sikap dan tidak berfikir pragmatis, pintanya.
Ia mengungkapkan, tingginya angka pengangguran akibat industri yang ada di Kota Baja semakin tahun tidak mengalami perubahan berarti. Menurut Tahyar, hal ini disebabkan karena inisiatif dari program sektor riil sepenuhnya berasal dari skema penjajahan gaya baru dari kapitalis imperialis otoritas penguasa di Cilegon saat ini.
Konsepsi dan persepsi yang berbeda tidak bisa dipaksakan sama di lingkungan heterogen Cilegon. Jadi ketika kita berbeda pendapat, jangan tersinggung dan tidak harus adu fisik melainkan harus duduk bersama, berdiskusi intelektual bersama membangun Kota Cilegon ke depan, ujarnya. (nr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar