Senin, 09 Februari 2009

Dua Kandidat Cukup

Pemilu Kabinet Mahasiswa 2004 hanya mempertandingkan dua kandidat. Persaingan makin ringan

Oleh Ikram Putra

Ruangan Kongres KM-ITB sore itu penuh sesak. Menjelang pukul lima sore, wajah Indra Tertiari Efka -- ketua pemilu raya -- menunjukkan ekspresi cemas. "Coba di-sms lagi calon-calonnya. Bilang lima belas menit lagi jam lima," perintahnya kepada seorang panitia.

Apa pasal?

Ternyata, pukul lima sore adalah batas waktu pengembalian formulir dan syarat bagi mereka yang berminat mengincar tampuk kepemimpinan Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB. Dan hingga lima belas menit terakhir, yang mengembalikan formulir baru satu orang, dari delapan yang mengambil formulir. Kontan hal ini membuat panitia resah. Mereka hanya bisa menunggu. Waktu seakan berjalan lebih lambat di ruangan yang digunakan sebagai sekretariat panitia pemilihan umum KM 2004 itu.

Tunggu punya tunggu, tersiar kabar bahwa empat calon kandidat sudah menyatakan tak akan mengumpulkan berkas, alias mengundurkan diri. Mereka adalah Ahmad Zaki, Dani M, T Reiza, dan Faradiansyah. Panitia pun hanya bisa berharap pada dua calon lagi.

Lima menit lagi pukul lima sore. Walaupun mencoba bersikap santai, Efka tak dapat menyembunyikan kecemasannya. Ia lalu membicarakan langkah yang akan diambil, jika memang akan ada hanya satu calon kandidat. "Semuanya kita pulangkan kepada Kongres. Kita disini kan ibaratnya kuli," katanya.

Pada saat itulah, Oskar P -- seorang calon kandidat -- memasuki ruangan. Setelah menyerahkan berkas-berkas kelengkapan, ia dinyatakan lulus tahap pendaftaran calon kandidat presiden. Kehadirannya di menit-menit terakhir seakan menghapus kekuatiran panitia. Akhirnya terkumpul dua calon kandidat. Adalah Anas Hanafiah, yang mengembalikan formulir peserta pertama kali. Pukul tiga sore itu, ia sudah melunasi kewajiban pendaftaran.

Seorang calon lagi, Isbatullah, datang terlambat. Kepada Efka, ia meminta perpanjangan waktu, menunggu kelengkapan berkas. Kembali, Efka menyerahkan hal itu kepada Kongres. Ketika Efka-Kongres berbincang, Isbatullah menerima telepon. Setelah itu ia menyatakan mengundurkan diri. "Tandatanganku baru tiga ratus lima puluh," ucapnya singkat.

Setelah melalui proses verifikasi, Anas dan Oskar disahkan menjadi kandidat presiden KM-ITB 2004. Berarti, pada pemilu kali ini hanya ada dua kandidat. Anas pernah aktif di Salman, sedangkan Oskar cukup aktif di Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan. Visi dan misi mereka pun berbeda. Anas ingin perhatian yang proporsional antara isu intern kampus dan isu nasional, sedangkan Oskar lebih menekankan konsolidasi ke dalam, sebelum menyikapi isu nasional.

Sifat kalem terasa menonjol pada diri Anas. Jarang emosional, apalagi berbicara dengan intonasi tinggi. Mantan ketua Himpunan Mahasiswa Elektroteknik ini ingin agar mahasiswa memilih seseorang tidak hanya karena keterikatan emosional.

Namun, Anas kurang dikenal massa di luar "lingkungan"nya. Ia juga pernah dituding membawa kepentingan organ ekstra kampus. Tentang peristiwa itu, "Ya saya ambil hikmahnya saja, dan berusaha menjadikan KM lebih aspiratif," tukasnya tenang.

Oskar dikenal cukup merakyat. Kandidat asal Himpunan Mahasiswa Geofisika Meteorologi ini mencita-citakan sebuah KM yang benar-benar menjadi keluarga mahasiswa. Oskar berusaha meningkatkan keakraban atara mahasiswa. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan musik dan kopi sore sebagai kegiatan pertama kali, bila ia terpilih. Mantan anggota kabinet kepengurusan Alga Indria ini merasa kurang pantas bila KM-ITB menyikapi suatu isu nasional, tanpa kebulatan suara mahasiswa tentang hal itu.

Sayang, mimpi yang diusungnya bukanlah hal baru. "Oskar menurut saya mujadul banget, tiap tahun juga begitu," ucap Ahmad Zaki, yang kini menjadi promotor Anas.

Entah karena sosialisasi panitia yang kurang informatif, atau memang apatisme mahasiswa terhadap politik sudah sedemikian parahnya, beberapa kali hearing zona hanya dihadiri sedikit pengunjung. Bahkan seringkali hearing hanya dihadiri tim sukses dan promotor dari masing-masing kandidat. Hearing terpusat di lapangan basket pada Rabu 10 Maret lalu pun bernasib hampir sama.

Untunglah, apatisme itu belum melanda seluruh mahasiswa ITB. Dengan nama Forum Media Kampus untuk Pemilu, beberapa mahasiswa menggagas sebuah media pemantau pemilu. Mereka membagikan selebaran dwiharian, yang memberitakan kejadian terbaru tentang pemilu KM. Sebuah bentuk alternatif sosialisasi, yang berasal dari luar panitia.

Semoga semua berjalan lancar, menuju masa pemungutan suara 23-31 Maret. Dan bila kampanye Anas-Oskar usai, adalah giliran partai politik dan calon anggota DPD berkampanye di Aula Timur ITB, dengan sejuta jargon politiknya... []

Boulevard ITB Edisi 49, Februari 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar