Minggu, 14 Juni 2009

OTONOMI DAERAH, BENCANA BARU BAGI RAKYAT??

KPK Tangkap 23 Kepala Daerah
By redaksi Radar Banten
Senin, 15-Juni-2009


JAKARTA-Selama tiga tahun terakhir ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menangkap sedikitnya 23 kepala daerah koruptor. Ada gubernur, walikota, hingga bupati.


Jika uang yang dikorupsi para kepala daerah itu dikumpulkan, jumlahnya mencapai Rp 1,6 triliun. Sebuah angka yang tidak sedikit. Sekitar tiga kali jumlah itu bisa digunakan membangun Suramadu, jembatan terpanjang di Indonesia.
Angka Rp 1,6 triliun juga bisa digunakan menyantuni 5,3 juta orang miskin, jika mengacu pada nilai bantuan langsung tunai (BLT) Rp 300 ribu per orang miskin. Nilai Rp 1,6 triliun kerugian negara tersebut belum termasuk yang ditangani institusi penegak hukum lain, kejaksaan dan kepolisian.
Riset oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) selama 2008 menunjukkan, 36 kepala daerah diduga bertindak pidana korupsi. Potensi kerugian negara mencapai Rp 442,77 miliar.
Modus yang digunakan para kepala daerah menggerogoti uang negara itu sebenarnya mirip satu sama lain. Yang paling rawan adalah pengadaan barang dan jasa. Modus lain adalah korupsi kebijakan yakni karena menjabat kepala daerah, mereka berwenang memberikan izin-izin tertentu.
“Mayoritas terkait dengan anggaran. Misalnya, menyetujui proyek-proyek tertentu yang dalam pelaksanaannya ada markup (penggelembungan dana)” kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho. Selain itu, ada penerimaan suap atau gratifikasi kepada kepala daerah karena telah memberikan izin tertentu.
Di antara sejumlah kepala daerah yang ditangkap KPK, nilai kasus korupsi yang melibatkan Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jafar merupakan yang paling besar yakni mencapai Rp 1,2 triliun. Kasus tersebut terkait dengan pemberian izin pengelolaan hutan.
Selain ada penyalahgunaan izin, dalam kasus tersebut ada penerimaan hadiah (gratifikasi). “Jadi, modelnya, selain uang masuk ke kroni, bisa juga berbentuk suap,” ungkap Emerson.
Penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam beberapa kasus justru menunjukkan keterkaitan dengan pemerintah pusat. Hal itu tampak dari kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran. Dalam kasus tersebut, empat kepala daerah, yakni walikota Medan, walikota Makassar, gubernur Riau, dan gubernur Jawa Barat (semua kini mantan) harus berurusan dengan KPK karena kasus yang berhubungan dengan Departemen Dalam Negeri. (jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar